Midya Lesmana, ST,MT
Sekolah SDS dan SMPS Eka Cipta adalah sekolahan yang berdampingan SDS terletak di depan dan SMPSnya terletak di belakang. Pada tanggal 28 Juli s/d 30 Juli 2020 Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup Kabupaten Ketapang melakukan Kegiatan Monitoring dan Mendata langsung Kemajuan SDS dan SMPS Eka Cipta Kayong di Nanga Tayap terhadap Program Sekolah Adiwiyata.
Pada saat ini SMPS Eka Cipta Kayong di Nanga Tayap Telah masuk Kedalam Adiwiyata Tingkat Kabupaten pada Tahun 2018 dan berniat melanjutkan ketingkat Adiwiyata Tingkat Provinsi.
Dan SDS Eka Cipta Kayong di Nanga Tayap juga bersedia mengikuti Kegiatan Adiwiyata sebagai Calon Adiwiyata Tahun 2021.
Pihak Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup bersedia menjembatani dengan melakukan Pembinaan, Monitoring, Sosialisasi dan Bimtek kepada Kemajuan SDS dan SMPS Eka Cipta Kayong di Nanga Tayap.
Konsep yang di inginkan dalam Kegiatan Sekolah Adiwiyata antara lain :
A. Pengembangan kebijakan Sekolah dan Yayasan.
Kebijakan tersebut dijabarkan dalam program aksi sebagai berikut:
1. Arahan penajaman visi dan misi sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan.
2. Kebijakan sekolah dan yayasan dalam mengembangkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) atau Pendidikan Konservasi (PKo) dengan merekrut/menugaskan guru mata pelajaran PLH/PKo untuk mengajar di KBM.
3. Kebijakan Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) baik Pendidikan maupun Tenaga Kependidikan di bidang Pendidikan Lingkungan Hidup melalui seminar, studi banding, lokakarya, training dan pelatihan lingkungan hidup.
4. Kebijakan sekolah dan yayasan dalam hal penghematan Sumber Daya Alam (listrik, air, ATK dll) dan terciptanya lingkungan sekolah yang bersih dan sehat.
5. Kebijakan sekolah dan yayasan untuk pengalokasian dan penggunaan dana bagi kegiatan yang terkait dengan lingkungan hidup.
6. Membentuk tim kecil yang terdiri dari 2-3 guru, dilengkapi dengan struktur organisasi untuk menangani program rintisan SBL yang akan dilaksanakan dan keperluan administrasi sekolah.
B. Pengembangan Kurikulum Berbasis Lingkungan.
Penyampaian materi lingkungan hidup kepada para peserta didik dapat dicapai dengan melakukan hal-hal berikut ini :
1. Memasukkan mata pelajaran Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) atau Pendidikan Konservasi (PKo) sebagai muatan lokal. Dimana muatan lokal PLH/ PKo tidak harus selama berturut-turut 3 tahun diberikan, akan tetapi minimal satu tahun ajaran saja sudah mencukupi.
2. Pengembangan model pembelajaran lintas mata pelajaran, seperti (IPA, IPS, Biologi, Geografi, kimia, Seni Budaya, Sosiologi dll).
3. Penggalian dan pengembangan materi dan persoalan lingkungan hidup yang ada di masyarakat sekitar.
4. Pengembangan metode belajar berbasis lingkungan dan budaya yang bisa dilakukan oleh guru mata pelajaran Biologi, Kimia, Geografi, IPA, IPS dan pelajaran lain yang berkaitan dengan lingkungan.
5. Pengembangan kegiatan ekstrakurikuler untuk peningkatan pengetahuan dan kesadaran siswa tentang lingkungan hidup, yang diwujudkan dalam ekskul Lingkungan Hidup.
C. Pengembangan Kegiatan Berbasis Parsitipatif.
Untuk mewujudkan Sekolah Berbudaya Lingkungan, warga sekolah harus dilibatkan dalam berbagai aktivitas pembelajaran lingkungan hidup. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh warga sekolah dalam pengembangan kegiatan berbasis partisipatif antara lain :
1. Menjalin kerjasama dengan lembaga pemerintah (Kementrian Lingkungan Hidup, Bapedal, Balai-Balai Taman Nasional, dll) dan atau lembaga non pemerintah (WALHI, WWF Indonesia, dll). Lembaga ini akan fokus dalam mendukung dan melakukan pendampingan secara kontiyu dalam kegiatan ekstra yang bertema lingkungan, pelatihan pembibitan dan penanaman serta konservasi.
2. Menciptakan kegiatan ekstrakurikuler/kurikuler di bidang lingkungan hidup berbasis partisipatif di sekolah, kegiatan bernuansa lingkungan seperti Environment Expo, kampanye/aksi lingkungan dan lomba-lomba lingkungan, seperti lomba gambar poster, LLA dan debat/diskusi bertema lingkungan hidup.
3. Mengikuti kegiatan aksi lingkungan hidup yang dilakukan oleh pihak luar, seperti reboisasi dan penanaman bibit di lahan gersang/ kritis, mengikuti pembinaan Kader Konservasi yang diselenggaraka oleh pemerintah/ LSM-LSM peduli lingkungan.
4. Membangun kegiatan kemitraan atau memprakarsai pengembangan pendidikan lingkungan hidup di sekolah, seperti halnya kegiatan bakti lingkungan masyarakat di luar sekolah.
D. Pengelolaan dan pengembangan Sarana Pendukung Sekolah. Dalam mewujudkan Sekolah Berbudaya Lingkungan sarana prasarana yang dibutuhkan antara lain :
1. Pengembangan fungsi sarana pendukung sekolah yang ada untuk pendidikan lingkungan hidup diantaranya peran Tim LH (lingkungan hidup) sekolah dalam membantu menciptakan lingkungan yang kondusif (bersih dan nyaman). Yang terpenting adalah peran siswa dalam pelibatan sebagai SATGAS (Satuan Tugas) untuk memelihara dan menjaga tanaman serta lingkungan agar tetap asri.
2. Peningkatan kualitas pengelolaan lingkungan di dalam dan di luar kawasan sekolah, penanganan limbah dapur, laundry dan sampah (organik dan non organik).
3. Peningkatan kualitas pelayanan makanan sehat.
4. Melakukan kegiatan kampanye dan penerapan hemat energi (listrik, air dan ATK) bagi seluruh warga sekolah (guru, karyawan dan siswa),
5. Kebersihan/pengelolaan sampah, pembuatan ruang terbuka hijau (peneduh dan penghijauan), sanitasi (air bersih dan drainase/saluran) dan perbaikan lingkungan ruangan sekolah.
6. Pengadaan sarana pendidikan lingkungan hidup, seperti apotek hidup (tanaman obat), taman hidroponik, kebun sayur, kebun sekolah, pengomposan, daur ulang kertas, sumur resapan serta instalasi pengelolaan limbah cair.
E. Commitment (konsistensi).
Dengan hal yang sederhana, aksi-aksi peduli lingkungan dapat dimulai walaupun sepele dan kecil seperti :
1. One Man One Rubbish (satu orang satu sampah), yaitu memungut minimal satu sampah oleh setiap orang di setiap tempat dimanapun berada.
2. One Man One Tree (satu orang satu pohon), ketika ada pendaftaran siswa baru, liburan sekolah atau momen tertentu seluruh warga sekolah (siswa, guru dan karyawan) wajib untuk membawa 1 pot yang berisi tanaman untuk dikumpulkan di kebun sekolah.
3. One Man One Coin to Save Environment (satu orang satu koin uang untuk penyelamatan lingkungan) kegiatan ini berupa pengumpulan koin uang pecahan secara insidentil untuk membiayai/ membeli sarana prasarana lingkungan hidup. Walaupun sedikit tetapi dilakukan dengan kontinyu maka hasilnya pun akan maksimal.
4. SIJAN (Sisihkan Jajan), dengan kesadaran sendiri masing-masing siswa menyisihkan uang jajan Rp. 100,- atau Rp. 500 per hari yang dikoordinir bagian OSIS-nya di akhir bulan bisa digunakan untuk pemeliharaan atau pengadaan tanaman.
5. SATGAS Pemelihara Tanaman yang dibentuk dan dijadwalkan oleh siswa sendiri dengan harapan ketika yang merawat siswa akan menimbulkan rasa kepemilikan bersama yang tinggi.
F. Optimisme (optimistis).
Apakah optimis itu? Menurut Tasmara (2001) optimis dimengerti sebagai kualitas batin yang melahirkan sikap konsisten (taat azas) dan teguh pendirian untuk menegakkan dan membentuk sesuatu menuju pada kesempurnaan atau kondisi yang lebih baik. Meski sedang menghadapi kesulitan, optimis tetap yakin bahwa kesulitan itu baik bagi pengembangan diri, dan di balik itu pasti ada kesempatan untuk mencapai harapan. Memang tak selalu mudah untuk mewujudkan sebuah cita-cita Rintisan Sekolah Berbudaya Lingkungan, memahami tujuan, pelajaran atau hikmah, di balik setiap kejadian. Kalaupun kita sudah berusaha keras mewujudkan Sekolah Berbudaya Lingkungan namun dalam kenyataannya cukup lambat dan berat, Optimisme mempertahankan momentum diri meski dalam menghadapi kesulitan dan permasalahan.
G. Motivation (motivasi).
Dengan sebuah slogan 3M (Mulai dari yang kecil, Mulai dari diri kita dan Mulai sekarang juga), niscaya slogan tersebut akan membawa dampak perubahan yang signifikan.
Dalam hal ini, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri kita yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah untuk memulai merintis Sekolah Berbudaya Lingkungan, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Ada dua jenis motivasi yang akan mendorong terwujudnya Sekolah Berbudaya Lingkungan. Pertama, Motivasi yang timbul secara internal yaitu ketika SBL terwujud, maka sekolah kita akan menjadi tempat pembelajaran/menuntut ilmu yang ideal, nyaman, asri, sejuk dan menyenangkan. Kemudian akan terwujud perilaku/ budaya seperti bersih, hemat, rajin, disiplin, jujur, bertanggungjawab, santun dan lain-lain. Kedua, motivasi yang timbul secara eksternal yaitu ketika SBL terwujud, maka sekolah akan menjadi sebuah lembaga penyadaran masyarakat dan warga sekolah lain, dan ini merupakan sebuah bagian keberkahan dan bentuk keperdulian untuk mereka.
Di Kabupaten Ketapang , melalui Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Lingkungan Hidup sebagai satker pembina Program Adiwiyata (Sekolah Berbudaya Lingkungan) akan melakukan aatau mengembangkan sekolah-sekolah berbudaya lingkungan (SBL) dan terlahir generasi-generasi yang Cinta dan Bela Lingkungan.
Comments